MedanBisnis - Medan. (5/3) Saat ini, produksi ikan nila di Sumatera Utara (Sumut) terbesar untuk jenis ikan air tawar dengan total produksi pada akhir tahun 2014 sebesar 110.144 ton. | ||
"Produksinya meningkat tajam dibandingkan tahun 2013 sebesar 101.697 ton dan juga dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya seperti lele yang produksinya sebesar 28.641 ton dan ikan mas sebesar 19.513 ton," jelas Kabid Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumut, Robert Napitupulu, kepada MedanBisnis, Rabu (4/3) di Medan. Dari angka tersebut, kata Robert, sekitar 60 ribu ton diantaranya diproduksi oleh PT Aquafarm Nusantara, disusul PT Japfa Grup dengan produksi sebanyak 20 ribu ton, selebihnya milik masyarakat sekitar. Karena itu, kata dia, Diskanla Sumut bertekad untuk menjadikan ikan nila sebagai ikon Sumut. Apalagi, ikan nila asal Sumut merupakan ekspor terbesar di dunia karena kualitasnya yang terbaik dibandingkan propinsi lain bahkan di negara lain. "Untuk produksi ikan lele dan ikan mas di bawah produksi ikan nila, yakni ikan lele sebesar 28.641 ton, kemudian ikan mas 19.513 ton. Jadi, sangat jauh perbandingannya," ujarnya. Sebenarnya, kata Robert, tingginya produksi ikan nila bisa menjadi ikon di Sumut, namun hal ini terkendala dari sisi tidak adanya dukungan dari masyarakat sekitar. PT Aquafarm Nusantara sempat di demo dengan alasan merusak lingkungan. Padahal, perusahan dengan kategori PMA ini, produksinya sangat diterima pasar luar negeri, bahkan produk ikan nila milik perusahaan tersebut sewaktu diteliti oleh Amerika, masuk kategori ikan nila terbaik di dunia.
"Ini menjadikan Sumut penghasil ikan nila terbesar dan terbaik dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia bahkan di negara lainnya," ungkap Robert. Dijelaskannya, para pecinta lingkungan di Sumut dan masyarakat setempat menganggap PT Aquafarm Nusantara adalah perusahaan yang merusak lingkungan. Ini dibuktikan dari pelet ikan yang tidak habis keseluruhannya, sehingga sisa pelet itu akan mencemari air Danau Toba. Padahal, lanjutnya, pelet ikan ini hanya bersisa 5% dari total keseluruhan yang diberikan kepada ikan nila. Sisanya akan dimakan ikan liar yang hidup di Danau Toba. "Jadi di mana letak anggapan perusahaan itu dianggap sebagai perusak lingkungan, hingga LSM dan pecinta lingkungan serta masyarakat setempat meminta PT Aquafarm Nusantara ditutup, sementara produksi ikan nilanya diterima pasar dunia," jelasnya. Robert menambahkan, jika memang dianggap sebagai perusak lingkungan, seharusnya sudah tersorot terlebih dahulu oleh pecinta lingkungan dunia, dan sudah mengalami pembatasan ekspor sejak dahulu. "Seperti yang terjadi dengan komoditi perkebunan kita kelapa sawit dan karet, yang dibatasi impornya karena dianggap merusak lingkungan dengan cara menebang hutan, akibatnya harga anjlok," ujar Robert. Tetapi, menurutnya, karena masalah ini sudah sampai ke DPRD Sumut, pihak Diskanla hanya menunggu keputusan. "Jika memang setelah diverifikasi dan ditemukan PT Aquafarm Nusantara merusak lingkungan maka silakan jika memang ingin ditutup, tetapi dampak tetap ada. Salah satunya akan meningkatnya pengangguran dan berkurangnya pencaharian masyarakat di sekitar," jelasnya. Inilah kata Robert, Sumut belum bisa maju, padahal sangat disayangkan jika ikan nila ini tidak dikembangkan lebih baik lagi. (cw 01) [Sumber: MedanBisnisDaily.com] |
Cara Budidaya Produksi Ikan Nila Sumut Terbesar untuk Ikan Air Tawar - Belajar Ternak
June 16, 2022